Mojokerto (Awalan.id) – Setiap datangnya Jumat Legi dalam penanggalan Jawa, sejumlah makam leluhur dan tokoh masyarakat di Mojokerto tampak lebih ramai dari biasanya. Warga berbondong-bondong melaksanakan tradisi nyekar atau berziarah ke makam keluarga.
Tradisi ini sudah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Mojokerto dan sekitarnya. Jumat Legi diyakini sebagai hari yang baik untuk mendoakan arwah leluhur. Tak hanya tabur bunga dan doa, sebagian warga juga membawa tumpeng atau sesajen sederhana sebagai bentuk penghormatan.
Salah satu warga asal Kecamatan Trowulan, Siti Aminah (52) mengatakan tradisi nyekar di Jumat Legi menjadi cara untuk menjaga silaturahmi antar-keluarga. “Selain mendoakan orang tua dan leluhur, kami juga bisa berkumpul dengan sanak saudara di makam. Ini sudah menjadi kebiasaan dari zaman mbah buyut,” ujarnya.

Suasana makam pun terasa berbeda. Deretan penjual bunga tabur, kemenyan, hingga makanan ringan ikut meramaikan kawasan sekitar. Bahkan di beberapa tempat, tradisi ini menjadi daya tarik wisata religi karena mengundang kedatangan peziarah dari luar daerah. Jumat Legi dipilih karena memiliki makna spiritual dalam kalender Jawa.
Jumat Legi dianggap membawa keberkahan, sehingga doa dan niat baik dipercaya lebih mudah dikabulkan. Meski berkembang di tengah modernisasi, tradisi nyekar di Jumat Legi masih tetap dilestarikan. Warga menilai kegiatan ini bukan sekadar ritual, melainkan juga bagian dari nguri-uri budaya Jawa serta mempererat hubungan keluarga dan masyarakat. [Mia]






