Header Menu Detik Style

HUT ke 80 RI, Warga Kedungmaling Mojokerto Bangun Gapura Antikorupsi dari Seng Bekas 

Caption : Gapura milik Warga Gang Puskesmas RT 25 RW 9, Desa Kedungmaling, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.

Mojokerto (Awalan.id) – Warga Gang Puskesmas RT 25 RW 9, Desa Kedungmaling, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, punya cara unik memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka membangun gapura setinggi hampir lima meter dari seng bekas dengan mural penuh pesan antikorupsi dan kritik sosial.

Gapura berbentuk huruf ‘U’ terbalik itu berdiri di mulut gang yang berada di jalur nasional Surabaya–Madiun. Bagian timur berbatasan dengan pagar Puskesmas Sooko, sementara sisi barat berhimpitan dengan warung es degan. Rangkanya terbuat dari bambu yang dilapisi seng bekas hasil swadaya warga.

Pada kedua pilar gapura, warga melukis mural bernuansa kritik, seperti gambar tikus berdasi sebagai simbol korupsi, otak penuh uang, hingga pesan moral tentang keadilan. Simbol sila-sila Pancasila juga tergambar, sementara di bagian atas gapura terpampang tulisan besar ‘Indonesia 80’.

Tak hanya gapura, tembok rumah warga di sampingnya juga ikut dihias mural oleh Karang Taruna setempat. Sebanyak 11 tokoh pahlawan nasional digambarkan, mulai Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, Bung Tomo, hingga ilustrasi bernuansa nasionalisme.

“Semua lukisan dikerjakan oleh warga dan anak-anak Karang Taruna sini sendiri. Dari gambar pahlawan sampai mural tikus berdasi itu murni ekspresi mereka. Gapura ini bukti bahwa barang rosok bisa jadi simbol aspirasi. Rapuhnya seng itu sama dengan rapuhnya keadaan negeri ini,” kata Ketua RT 25, Basuki (48), Selasa (19/8/2025).

Pembuatan gapura dilakukan gotong royong dan hanya memakan waktu satu hari satu malam, sedangkan mural tembok dikerjakan dalam sehari. Biaya pembangunan mencapai Rp1,5 juta untuk gapura dan Rp3,3 juta untuk mural, hasil iuran warga antara Rp5 ribu hingga Rp20 ribu per orang.

Barang bekas pun dikumpulkan dari rumah-rumah warga, bahkan ada yang menyumbang bambu, gorengan, hingga kopi untuk menemani para pekerja. Selain karya seni, gapura tersebut juga menjadi media penyampaian aspirasi warga terkait bantuan sosial (bansos) yang tidak merata.

“Masih ada sekitar enam hingga tujuh kepala keluarga kurang mampu tidak mendapat bantuan, sementara yang mampu justru dapat. Itu yang kami suarakan lewat karya ini. Saya baru menjabat Ketua RT beberapa bulan, saya masih berupaya untuk memperjuangkan mereka yang layak mendapatkan bantuan,” katanya.

Ia berharap bansos bisa lebih tepat sasaran dan masyarakat yang tidak layak menerima dapat legawa jika haknya dialihkan pada yang berhak. Pembuatan gapura ini murni inisiatif warga tanpa ada perlombaan resmi. Proses pembuatan gapura dan lukisan dikerjakan memakan waktu sekitar dua hari.

“Kami kerjakan bersama-sama, ada yang nyumbang cat, ada yang bawa makanan. Dengan semangat kebersamaan, warga berharap pesan yang dituangkan dalam gapura dan mural ini bisa menjadi perhatian pemerintah,” pungkasnya. [Mia]

Tags :

Menarik Lainnya