Mojokerto (Awalan.id) – Kekeringan akibat musim kemarau panjang melanda wilayah kaki Gunung Penanggungan di Kecamatan Trawas dan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Ribuan warga di tiga desa kini harus mengandalkan pasokan air bersih dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto, tiga desa terdampak paling parah adalah Kunjorowesi dan Manduro Manggung Gajah di Kecamatan Ngoro, serta Desa Duyung di Kecamatan Trawas. Ada ribuan warga di tiga desa tersebut yang terdampak.
“Total ada 2.569 kepala keluarga (KK) atau sekitar 6.459 jiwa yang terdampak. Rinciannya, Desa Kunjorowesi di Kecamatan Ngoro menjadi wilayah paling parah dengan 1.499 KK (3.034 jiwa),” ungkap Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Mojokerto, Abdul Khakim, Senin (4/8/2025).
Sementara itu, di desa tetangganya, Manduro Manggung Gajah, terdapat 567 KK (1.861 jiwa) terdampak. Sedangkan di Kecamatan Trawas, Desa Duyung mencatatkan 503 KK (1.564 jiwa) yang mengalami kekurangan air bersih. Distribusi air bersih sudah dilakukan sejak tanggal 29 Juli 2025 lalu.
“Distribusi air dilakukan sejak 29 Juli dan akan terus berlangsung hingga awal September 2025. Ada 10 armada tangki berkapasitas 4.000 liter setiap hari mendistribusikan air ke lokasi-lokasi terdampak. Distribusi air bersih ini dibiayai dari APBD Kabupaten Mojokerto tahun 2025 dan didukung oleh Perumdam Mojopahit,” katanya.
BPBD Kabupaten Mojokerto memastikan distribusi dilakukan merata dan tepat sasaran, dengan prioritas pada wilayah yang sama sekali tidak memiliki sumber air. Sementara itu, pemerintah daerah menetapkan status Tanggap Darurat Bencana Kekeringan dan Karhutla berdasarkan Keputusan Bupati Mojokerto.
ayakni Nomor 188.45/204/HK/416-012/2025, yang berlaku sejak 9 Juli hingga 30 November 2025. Pemerintah daerah menyatakan akan melakukan kajian lanjutan untuk pembangunan infrastruktur air bersih di wilayah rawan kekeringan.
Meski bantuan air rutin diberikan, warga berharap adanya solusi jangka panjang. “Air datang sekali sehari, kami harus antre dan menampung di ember-ember seadanya. Kalau bisa dibuatkan sumur bor atau embung kecil, itu lebih membantu,” ujar warga Manduro Manggung Gajah, Suyati. [Mia]