Header Menu Detik Style

Perajin Cincin Monel Pekuwon Mojokerto Tetap Bertahan di Tengah Gempuran Produk Pabrikan

Caption : Kerajinan monel di Desa Pekuwon, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto. 

Mojokerto (Awalan.id) – Di tengah meredupnya tren batu akik dan menjamurnya produk aksesoris pabrikan, para perajin cincin monel di Desa Pekuwon, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto membuktikan ketangguhannya. Dengan tetap mengandalkan keterampilan turun-temurun, mereka mampu bertahan bahkan menembus pasar nasional berkat strategi pemasaran digital.

Salah satunya Heru Sisnoto (51), perajin generasi ketiga yang masih setia memproduksi cincin berbahan monel secara handmade. Di usianya yang tak muda lagi, Heru tetap aktif menempa logam dan meracik bentuk-bentuk unik yang diminati para kolektor. “Sekarang ini masih ada sekitar 10 perajin aktif di desa kami,” ujar Heru saat ditemui pada Rabu (16/7/2025).

Meski tren batu akik menurun, pesanan tetap datang dari komunitas penggemar di berbagai daerah. Kerajinan monel di Pekuwon memiliki sejarah panjang. Bermula dari seorang warga keturunan Tionghoa asal Probolinggo yang memperkenalkan tekniknya saat menikah dengan salah satu warga pada akhir 1980-an, keahlian ini kemudian diwariskan lintas generasi.

 

“Ilmu ini awalnya hanya dimiliki satu keluarga. Tapi sekarang sudah menyebar ke banyak warga, dan kami terus menjaga agar tidak punah. Tidak hanya cincin, para perajin juga membuat produk lain seperti liontin, kepala sabuk (gesper), gelang, hingga vandel hias. Semua dikerjakan dengan tangan tanpa bantuan mesin cetak, menjadikan setiap item memiliki keunikan tersendiri,” katanya.

Di tengah tantangan zaman, para perajin pun tak tinggal diam. Mereka memanfaatkan media sosial untuk bertahan dan berkembang. Melalui grup Facebook (FB) komunitas pecinta akik, produk buatan tangan mereka menjangkau pelanggan hingga luar Jawa. Meski tetap eksis, para perajin berharap ada dukungan lebih nyata dari pemerintah, khususnya dalam hal pelatihan, promosi, dan pemasaran digital.

“Agar kerajinan tradisional seperti ini tidak lenyap ditelan zaman. Dulu sempat kami promosi aktif di grup FB, dari situ mulai banyak yang pesan. Sampai sekarang pesanan tidak pernah benar-benar sepi. Kalau ada pelatihan dan bantuan alat yang lebih modern tapi tetap mempertahankan handmade-nya, kami bisa lebih berkembang,” pungkasnya. [Mia]

Tags :

Menarik Lainnya